Cara Efektif Membangun Resiliensi Anak Agar Tumbuh Kuat dan Mandiri
- Rabu, 15 Oktober 2025

JAKARTA - Resiliensi merupakan kemampuan anak untuk bertahan dan beradaptasi menghadapi masalah tanpa kehilangan kepercayaan diri. Kemampuan ini sangat penting agar anak tumbuh menjadi sosok yang tangguh, mandiri, dan tak mudah menyerah.
Prof. Maila Dinia Husni Rahiem, Guru Besar PAUD dan Kesejahteraan Sosial di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, menekankan bahwa pengenalan emosi menjadi pondasi utama membangun resiliensi. Anak yang mampu mengenali perasaan senang, sedih, marah, atau takut, lebih mudah mengelola reaksinya terhadap situasi sulit.
Mengenali Emosi Anak
Baca JugaDucati dan Tim Lain Tetap Pertahankan Pembalap Kunci untuk MotoGP 2026
Langkah pertama membangun resiliensi adalah membantu anak mengenali dan memahami emosi mereka sendiri. Prof. Maila mengatakan, orangtua harus mengenal kata emosi dan membimbing anak untuk menyadari perasaan mereka.
Ketika anak mengungkapkan apa yang dirasakan, orangtua dapat menilai apakah itu rasa senang, sedih, atau marah. Hal ini memungkinkan anak mengatur emosinya sebelum perasaan negatif memuncak, sehingga respons mereka menjadi lebih terkendali.
Contohnya, saat anak mulai marah, mereka bisa belajar menyalurkan kemarahan sedikit demi sedikit. Strategi ini mengajarkan anak untuk tidak meledak-ledak dan tetap tenang menghadapi tantangan.
Pola Pikir Berkembang untuk Menghadapi Kegagalan
Selain pengenalan emosi, pola pikir berkembang (growth mindset) menjadi unsur penting resiliensi anak. Prof. Maila menekankan bahwa anak perlu diyakinkan bahwa kegagalan bukanlah akhir dari segalanya, melainkan peluang untuk belajar.
Anak dengan pola pikir berkembang akan mencoba mengubah kegagalan menjadi pengalaman yang membangun. Mereka percaya bahwa usaha dan waktu akan membuat hasil menjadi lebih baik, sehingga kegagalan dipandang sebagai bagian dari proses.
Dalam bukunya, Prof. Maila mencontohkan karakter monyet bernama Kimo yang belajar memanjat dahan. Ketika Kimo jatuh, ibunya membimbingnya mencoba lagi langkah demi langkah, sehingga mindsetnya berubah dan keterampilan meningkat.
Mengajari Anak Regulasi Emosi yang Sehat
Langkah berikutnya adalah mengajari anak cara menyalurkan emosi secara sehat. Tidak semua anak nyaman mengekspresikan diri melalui tulisan, gambar, atau musik, sehingga orangtua perlu fleksibel dalam metode yang dipilih.
Anak sebaiknya diberi kebebasan mengeksplorasi kegiatan yang mereka sukai sejak dini. Aktivitas ini dapat menjadi media untuk menyalurkan emosi, sekaligus meningkatkan kreativitas dan rasa percaya diri.
Di taman kanak-kanak, misalnya, anak diberi kesempatan bereksplorasi secara luas. Inklusivitas ini memungkinkan mereka menemukan aktivitas yang membuat nyaman dan membantu mengelola perasaan secara positif.
Praktik Sehari-hari dalam Membangun Resiliensi
Orangtua dapat mempraktikkan resiliensi melalui rutinitas sehari-hari, seperti berdiskusi tentang pengalaman positif dan negatif anak. Membimbing anak menyadari konsekuensi tindakan dan memberi pujian atas usaha mereka mendorong rasa percaya diri dan kemandirian.
Kegiatan sederhana seperti berbagi cerita tentang kegagalan kecil juga efektif. Anak belajar bahwa kesalahan adalah hal wajar, dan dengan usaha, mereka bisa memperbaiki diri.
Penting juga memberi contoh nyata bagaimana orangtua mengatasi masalah tanpa panik. Ketika anak melihat orang dewasa menghadapi tekanan dengan tenang, mereka meniru pola tersebut dan membentuk ketahanan emosional.
Peran Lingkungan Sekolah dan Teman
Sekolah memiliki peran strategis dalam membangun resiliensi anak. Guru yang mendorong partisipasi aktif, memberi apresiasi, dan membiarkan anak belajar dari kesalahan dapat memperkuat mental tangguh.
Interaksi dengan teman sebaya juga mendukung kemampuan beradaptasi. Anak belajar menerima kritik, bekerjasama, dan memecahkan masalah bersama, yang menjadi bagian dari pengembangan resiliensi sosial.
Resiliensi sebagai Bekal Hidup Anak
Membangun resiliensi bukan sekadar teori, melainkan praktik sehari-hari yang konsisten dari rumah hingga sekolah. Dengan mengenali emosi, membentuk pola pikir berkembang, dan mengajarkan regulasi emosi yang sehat, anak akan lebih siap menghadapi tantangan.
Kunci keberhasilan terletak pada bimbingan orangtua yang sabar, fleksibel, dan mendukung eksplorasi anak. Resiliensi yang terlatih sejak dini membekali anak untuk tumbuh menjadi individu tangguh, mandiri, dan siap menghadapi berbagai situasi hidup.

Nathasya Zallianty
idxcarbon adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Tren Harga Emas Perhiasan Oktober 2025, 24 Karat Tetap Di Atas Rp2 Juta
- Rabu, 15 Oktober 2025
Penurunan Daya Beli Masyarakat Jadi Pemicu Pertumbuhan Kredit Multifinance Lambat
- Rabu, 15 Oktober 2025
BEI Hentikan Sementara Saham MORA dan ASPI Usai Lonjakan Harga Signifikan
- Rabu, 15 Oktober 2025
Berita Lainnya
Pemerintah Tawarkan Diskon Transportasi Massal untuk Libur Natal Tahun Baru
- Rabu, 15 Oktober 2025
AstraZeneca Luncurkan Terapi Kanker Payudara Presisi untuk Pasien Indonesia
- Rabu, 15 Oktober 2025
Sensasi Papeda Ikan Kuah Kuning, Kuliner Wajib Saat Berkunjung ke Jayapura
- Rabu, 15 Oktober 2025
Manfaat Sayur Beku Bagi Penderita Tekanan Darah Tinggi, Simpel dan Sehat
- Rabu, 15 Oktober 2025